ppt

  https://www.canva.com/design/DAFt0DrXjvo/Vdozv8qmoI1MRIyBlLobyw/edit?utm_content=DAFt0DrXjvo&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton

The Con-Heartist

 

sumber : https://pin.it/XgfOQcl

“The Con-Heartist” adalah film romcom yang berbalut crime karena terdapat kasus penipuan yang didasari oleh rasa cinta. Emang bucin goblok jadi saking cintanya, Ina (Baifern) memberikan uang yang menjadi harta paling berharga pada seorang laki-laki bajingan. Ina kemudian hidup dengan kesulitan finansial yang cukup parah sebagai seorang kasir.

Suatu hari, Ina menjadi korban penipuan dengan modus penelpon palsu. Tidak ingin kembali tertipu, Ina membalikkan situasi dan bikin si penelpon itu mati kutu. Tower (Nadech), si penelpon yang merasa terancam, kemudian menawarkan bantuan di mana ia akan membantu Ina melunasi hutang yang ada. Kesempatan, Ina memanfaatkan hal ini buat membalas dendam kepada mantannya sekaligus merebut kembali uang yang doi bawa kabur.

“The Con-Heartist” diawali oleh pertemuan antara Ina dan Tower dulu, baru deh setelah itu kita dikasih eksposisi soal Ina yang ditipu mantannya. Denger-denger kasus penipuan macam begini suka terjadi, sih. Apalagi kalau kita lihat di media sosial. Nah, setelah itu baru deh misi ini dimulai dengan akal bulus Tower yang sudah berpengalaman dan bisa membaca gerakan bibir seseorang.

Namanya juga komedi, semua ditampilkan dengan receh. Tapi jangan salah, di sini lah titik krusialnya karena kita bisa melihat sepeka apa sih sutradara Mez Tharatorn menyajikan komedi tersebut. Mez sendiri sebelumnya sukses lewat film “I’m Fine Thank You, Love You”, yang mana filmnya tersebut sampai dibikin remake versi Indonesia nya.

Ternyata, sensibilitas kerecehan Mez perlu diapresiasi. Hal ini terlihat dengan jelas, dan mungkin arahan dari Mez tersebut belum pernah diaplikasikan pada film sejenis dari Indonesia. Dalam “The Con-Heartist”, film sering banget menggunakan gimmick sinematik untuk menguatkan tuntutan naratif. Penggunaannya adalah dengan memasukkan suara yang bersifat non-diagetic sound. Non-diagetic sound adalah elemen suara yang berasal dari luar dunia cerita filmnya.

sumber : https://i1.wp.com/blogidbigtix.wpcomstaging.com/wp-content/uploads/2021/02/Review-Film-The-Con-Heartist-Komedinya-Bukan-Tipuan-Benar-benar-Lucu-4.jpg?fit=1000%2C667&ssl=1

Kita sebagai penonton bisa mendengar bunyi ini, namun karakter dalam filmnya tidak bisa. Nah ini sering banget dimainin oleh film, apalagi scene-scene yang menggambarkan sebuah situasi tertentu di mana karakter protagonis secara sengaja memancing karakter antagonis lewat dialog-dialog mengundang. Simbolisasinya secara cerdas digambarkan dalam bentuk binatang, di mana yang ngundang adalah domba sementara yang kena undangannya adalah serigala.

Kemudian teknik-teknik lain yang semakin menyokong kerecehan ini juga bisa kita saksikan. Contohnya ketika film menerapkan split screen. Split screen adalah salah satu cara untuk memberikan kesan menyenangkan, cuman asiknya lagi film mengembangkan teknik ini sesuai dengan tuntutan naratif. Scene yang ada saat itu adalah cekcok di telepon.

Nah nanti kita bisa melihat salah satu bagian dari split screen semakin lama semakin mengecil karena “tekanan” yang dialami oleh karakter yang sedang berbicara di bagian split screen itu. Kemudian ada juga receh yang ditimbulkan dari akting salah satu karakter yang sangat kentara. Ia adalah kakak dari Tower, yaitu John. Penampilannya sih rapih, tapi kelakuannya ya gitu deh lol.

Oh, belum lagi ada satu karakter yang melicu dengan cara yang jorok. Lain dari itu, “The Con-Heartist” ngingetin kita kalau film Thailand memang jago dalam membuat gimmick-gimmick yang memanfaatkan backsound lucu, mimik muka aktor/aktrisnya, dan penyajiannya yang dinamis.

Masih nyambung sama hal di atas, untuk urusan menjadi konyol ini semakin mengingatkan juga sama kemampuan yang dimiliki oleh Baifern. Dia itu bisa dikatakan langka, ya. Tidak hanya karena kecantikan atau manisnya, namun juga bagaimana kemampuannya dalam berakting funny hingga silly. Tetap terlihat menawan dan kocak secara bersamaan itu bukanlah sesuatu yang bisa diterapkan dengan mudah.



Sementara itu, Nadech karakternya tipikal, lah. Seorang penipu ulung yang ganteng, berpenampilan keren, dan cerdik. Meski begitu Ia juga punya kelemahan yang dirancang bertolak belakang sama traits yang sudah kami sebutkan sebelumnya. Chemistry yang dibangun antar karakter mereka berdua erat kaitannya dengan heist yang direncanakan, lalu bagaimana konflik bergulir semakin menonjolkan apa yang menjadi hal utama dari dinamika hubungan mereka.

Dari sisi Tower kita bisa melihat adanya kepedulian. Ini jelas banget ditunjukin dalam salah satu dialognya kepada Ina. Dari sisi Ina poin yang muncul adalah kepercayaan. Nah poin yang ini nih yang nantinya akan menjadi tools sangat penting di tahap resolusi.

Untuk tipu-tipunya sendiri, “The Con-Heartist” menyertakan kerja tim yang baik. Di sini para anggota timnya memiliki keunikan masing-masing dan hal tersebut kelihatan menonjol. Tahap resolusi menjanjikan tipuan yang lebih asyik dibanding yang ada di tahap konfrontasi. Obstacle juga dimunculkan dalam bentuk kejadian yang tak terduga.

Karakter antagonisnya lebih stand-out dari segi penampilan, kemudian aktingnya sebagai serigala yang mengincar mangsa juga bagus. Tipe cowok brengsek dengan wajah tampan, bahkan terkesan babyface. Senyumannya maut dengan tambahan gimmick, namun karakter ini tidak intimidatif. Karakter Ina krusial perannya di tipu-tipu tahap resolusi. Lewat build-up yang baik, di mana eksposisinya menampilkan Ina yang kesannya lemah dan dapat diperalat, ini menjadi batu pijakan yang bagus untuk tahap resolusinya nanti.

Lewat cara twist, film menonjolkan karakter Ina sebagai tokoh utama dengan layak. Ia lah yang akan menuntaskan masalahnya sendiri dengan memanfaatkan dirinya yang merupakan seseorang yang dirasa lemah dan dapat diperalat. Tidak lupa, humor turut menyertai aksi ini sehingga film tetap terasa ringan dari awal hingga akhir.

Aksi tipu-tipu receh yang menghibur. “The Con-Heartist” menampilkan warna humor yang bisa diprediksi dan mereka benar-benar meng-embrace itu. Resiko? Tentu ada, karena yang namanya humor gak lepas dari selera. Mana lagi ada humor yang terasa roaming di sini. Cuman, sensibilitas film dalam menyampaikan kerecehan ini kerasa dari beberapa keputusan kreatif yang dibuat di unsur sinematiknya.

Hal ini juga didukung oleh penampilan aktornya, terutama Baifern yang kayaknya udah jadi makanan dia. Proses penipuannya oke, di mana yang perlu dicatat adalah film terlihat lebih mengedepankan hal terkait tipu-tipu dibanding cinta-cintaannya.



source

https://cineverse.id/review-film-the-con-heartist/

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai diriku

Luca